515

Dulu.. dulu sekali saat awal saya jadi mahasiswa S1, saya dan seorang teman suka sekali naik bus. Namanya Listya. Hampir tiap sore kami habiskan untuk naik bus dari halte Fakultas Hukum. Ke mana? Ke Terminal Giwangan. Waktu itu Terminal Giwangan masih baru. Bagus banget. Dulu saya anggap Terminal Giwangan sebagai terminal terbaik yang pernah saya datangi. Padahal saya nggak pernah ke mana-mana juga sih. Setidaknya dia jadi terminal terbaik dibanding terminal Tirtonadi Solo, Terminal Kartosuro, dan Terminal Tingkir Salatiga yang sering saya datangi. Ngapain ke Terminal Giwangan? Sidak. Bukan, bukan sidak. Kami nebeng nonton TV di sana sembari ngadem di ruangan ber-AC. Lalu pulang.

Hampir tiap sore kami lakukan ritual itu. Bus yang kami tumpangi ganti-ganti. Kadang kami naik jalur 2 sampai Giwangan dan pulang naik jalur 12 lewat Wirobrajan, lalu turun di Pertanian. Kali lain kami naik jalur 4 lewat Malioboro dan kembali dengan jalur 7 lewat Janti. Begitu seterusnya. Berganti-ganti. Dari seluruh jalur itu, yang paling sering kami naiki adalah jalur 5 dan kembali dengan jalur 15. Maka kami sebut aktivitas kami sebagai 515.

Perjalanan kami tidak selalu berakhir di Giwangan. Kadang kami turun di Plengkung Gading, lalu kami main di Alun-alun Kidul. Kadang kami naik ke Pojok Benteng dan bermain tembak-tembakan, seolah ada musuh yang harus kami intai dari Benteng tersebut. Balik dari main tembak-tembakan, kami mengambil melinjo yang tertanam di sekitar Benteng untuk direbus dan dimakan di kampus keesokan harinya.

Kadang kami tak cuma berdua. Ada tambahan personil tidak tetap. Sesekali Uul ikut sekalian dia pulang. Lain hari Yosie yang ikut dan berakhir dengan tugas merebus mlinjo. Saya lupa siapa lagi yang pernah ikut. Sepertinya Windu dan Galuh pernah ikut juga.

Saat pulang, kami tak selalu beruntung. Jika masih cukup waktu, bus menurunkan kami di Pertanian, lalu kami jalan ke utara sampai kos Listya di Megatruh. Kadang saya mampir istirahat di kosnya, kadang langsung lanjut jalan ke kos di Pangkur, belakang Dunkin Jakal. Saat tak beruntung, bus yang kami naiki sudah tak mau lewat UGM–dulu hampir semua jalur bus memutari UGM, dari Bunderan lewat Maskam, Lembah, Perempatan MM, Sardjito, Mirota. Jika demikian, bus menurunkan kami di Bunderan atau di Mirota. Kami pun harus jalan kaki sampai kos.

Kira-kira setahun ritual itu berlangsung. Saya jadi hapal jalan-jalan di Yogyakarta. Saya lalu berganti naik sepeda. Sekarang saya naik motor. Perjalanan-perjalanan random itu kadang masih saya lakukan, baik saat naik sepeda maupun naik motor. Saya makin hapal jalanan Yogyakarta, termasuk gang-gang kecilnya.

Jika butuh tukang ojek, silakan hubungi saya.

6 thoughts on “515

    1. Mlinjo rebus baik untuk kesehatan, terutama untuk kekebalan tubuh dan mencegah penuaan dini. Namun, mengonsumsi mlinjo tidak boleh terlalu sering karena bisa meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Demikian, semoga membantu.

      Like

Leave a comment